Pelaku Usaha Butuh Kejelasan Aturan

Kamis, 12 Juli 20120 komentar

(Suara Karya) Kebijakan pemerintah di sektor jasa konstruksi harus jelas. Ini untuk menghindari munculnya persoalan pelanggaran hukum ke depan. Pemerintah harus bertanggung jawab membuat aturan main yang dapat diterima seluruh pelaku jasa konstruksi.
"Langkah ini diharapkan dapat memberikan iklim usaha dan kepastian kepada pelaku jasa konstruksi," kata Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Soeharsojo saat membuka diskusi bertajuk "Kriminalisasi Kontrak Kerja Konstruksi" di Jakarta, Senin (5/7). Menurut dia, saat ini masih ada peraturan dan perundang-undangan di sektor jasa konstruksi yang harus diperbaiki. Ini dilakukan untuk memberikan kepastian bagi pelaku usaha dalam melaksanakan pekerjaan. Pada kesempatan yang sama, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, sebaiknya pelaku jasa konstruksi berpegang pada kontrak kerja karena penilaian didasarkan pada klausul di dalamnya. Selama ini pemerintah terus memperhatikan iklim usaha, sehingga semua peraturan dibuat secara jelas. Apalagi, sektor jasa konstruksi memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) 8 hingga 10 persen atau menempati peringkat enam dan sembilan. Selain itu, juga berkontribusi menyerap 5,3 juta tenaga kerja (5,4 persen dari angkatan kerja). Di dalamnya juga terlibat 140 badan usaha, yang 90 persennya merupakan usaha skala kecil. "Sering terjadinya pelanggaran hukum karena terjadi kegagalan bangunan yang sanksinya diatur melalui PP No 29/2000. Kegagalan bangunan terjadi setelah bangunan selesai, tapi ternyata tidak berfungsi. Penyebab atau pihak terkait lain harus bertanggung jawab seandainya pelanggaran memang terjadi," ucap Djoko. UU Jasa Konstruksi menyebutkan, kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Ini terhitung mulai penyerahan akhir pekerjaan paling lama 10 tahun. Penyelesaian sengketa dalam peraturan konstruksi dapat dilaksanakan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. "Namun, penyelesaian di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana, seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sengketa umumnya disebabkan perbedaan persepsi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta kurangnya pemahaman. Selain itu, juga terkait belum adanya standar pengukuran yang memicu sengketa. Untuk itu, pengukuran harus melibatkan ahli atau surveyor, tapi memang masih terbatas jumlahnya," ujar Djoko.
Tumbuh

Sebelumnya, saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Gapensi, Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengatakan, pemerintah menargetkan pertumbuhan sektor jasa kontruksi pada 5 tahun mendatang mencapai 8,4 hingga 9,2 persen. Dari total produksi nasional sebesar Rp 5.000 triliun, sekitar Rp 555 triliun berasal dari sektor jasa konstruksi. "Pertumbuhan sektor jasa konstruksi dan infrastruktur akan semakin berkembang di masa-masa mendatang. Jadi, hampir 10 persen jasa konstruksi bisa memberikan kontribusi bahkan terus tumbuh dengan target 8,4 hingga 9,2 persen," katanya. Meski demikian, Wapres mengakui, masih ada beberapa hal yang menghambat pertumbuhan sektor jasa kontruksi. Seperti, rantai birokrasi yang panjang serta sistem logistik nasional atau interkoneksi yang belum memadai, sehingga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. "Oleh karena itu, pemerintah sebagai pelaku utama akan mendorong dan memfasilitasi dengan memperpendek birokrasi, pembangunan infrastruktur, dan sistem logistik nasional yang semakin baik. Jadi, biaya-biaya yang tidak perlu dapat dihemat. Dengan ini, hasil produksi akan lebih maksimal dan manfaatnya bagi rakyat juga semakin besar," tutur Wapres. Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar yang membuat ruang gerak sektor jasa konstruksi makin berkembang. Ini belum termasuk posisi geografis Indonesia yang strategis serta ketersediaan bahan baku dan energi yang melimpah. Namun, memang harus didukung sistem logistik nasional yang memadai agar biaya logistik juga bisa ditekan. Di sisi lain, Wapres juga mendukung pelaksanaan kemitraan antara pemerintah dan pelaku jasa konstruksi serta antar-pelaku jasa konstruksi--mulai dari skala kecil hingga besar. "Pemerintah memang bertugas untuk mendorong dan membina para pelaku jasa konstruksi. Ini agar lebih berkemampuan, terutama dalam penguasaan teknologi. Tapi, yang dibina dan dibimbing juga harus terbuka untuk menerima semua masukan, sehingga kemampuannya juga meningkat. Diharapkan, pelaku usaha jasa konstruksi bisa berkembang dan memberikan manfaatnya bagi pengusaha maupun masyarakat," paparnya. Terkait hal ini, Wapres mengatakan, pemerintah akan segera menyelesaikan revisi Keppres No 80/2003. Ini mengingat peraturan itu sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan berbagai proyek pembangunan. Kepala Badan Pimpinan Pusat Gapensi Soeharsojo meminta pemerintah memperhatikan badan usaha jasa konstruksi skala kecil dan menengah.
Terutama, untuk memperoleh kesempatan mendapatkan pekerjaan, khususnya dari proyek pemerintah. (Novi)
 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : www.golkarpekanbaru.com | www.pendidikanriau.com
Copyright © 2014. Gapensi Pekanbaru - Hak Cipta Dilindungi UU